Translate

Selasa, 27 Januari 2015

Firasat



            


            Terkadang kabar berhembus masuk kedalam hati tidak melulu melalui lisan, ataupun tulisan seringkali melalui hal yang jauh dari kemungkinan, melalui perasaan. Sebuah hal ganjil yang tak diketahui akan terbaca dengan baik melalui pesan dari sebuah alam yang kasat mata. Mungkin saja hanya sebuah tebakan, bisa jadi hanya sebuah kegelisahan namun kenyataan semuanya berjalan seperti perkiraan. 


            Firasat. Ya, beberapa hari ini mimpiku terasa pilu, fikiranku tertuju pada keberadaanmu yang tidak terjangkau tangan olehku. Sebuah gelisah yang berawal dari mimpi berlanjut dari pagi hingga senja sore menanti, menerka-nerka dirimu. Aku percaya padamu awalnya semua baik-baik saja, phobia berlebih yang kutanyakan mungkin menurutmu. Namun mimpi-mimpi datang kedalam tempat tidurku seutuhnya tanpa ada rekayasa pelik campur tangan manusia. Mereka akan datang sebagaimana mereka inginkan, jika ia berwujud seram maka yang kulihat seram, jika yang kulihat indah maka keidahanlah yang kulihat. Namun persepsi mimpi adalah bunga tidur selalu kuteguhkan dalam-dalam jiwaku, mungkin itu hanya rasa lelah yang terbawa ke dalam alam bawah sadarku. Ataupun sebuah pesan tak terlihat yang mencoba memberitahuku.

            Semuanya aku ketahui secara lambat, perlahan, satu per satu. Memang kali ini mimpi yang tidak pernah kuinginkan menjadi nyata terjadi. Rasanya aku sudah memperkirakan semua konsekuensinya, mempertimbangkan cara penanggulangannya namun tetap saja sobekan lukanya masih merana. Dengan penuh kebingungan aku mencoba merumuskan sesuatu yang pelik menjadi sederhana, sesuatu hal yang ilmu dasarnya tak sedikitpun aku pahami yaitu hati ini.

            Hati ini mungkin bukan samudra, laut, sungai, selat. Tuhan lebih tahu mengenai hati seorang manusia. Mengetahui semuanya yang berawal dari firasat rasanya, secara perlahan hati yang tadinya tebal menipis. Sendi-sendi yang berfungsi mulai tidak bersinergi karena kepala terasa beban depresi. Namun, ah aku memilih untuk mengakhiri paragraf ini karena sudah mulai jemari ini berat untuk menuliskan barisan akhir sebuah kalimat. Sudahlah nanti saja aku tulis.

            Karena, firasatku mulai letih jika terus diceritakan.

1 komentar: