Translate

Sabtu, 07 Februari 2015

Bumi Belantara


Bumi ini, bumi yang belantara. Suatu tempat dalam dimensi yang mendapat stigma tanah surga. Namun sepanjang ku lihat, pohon-pohon dibantai habis oleh kapak-kapak besi. Rimbunnya pohon digilas, diratakan katanya –demi kemajuan- padahal hanya untuk beberapa orang yang asik bermain kartu di singgasana. Tanah-tanah yang digali para ahli berlomba-lomba ditelieliti dengan dalih untuk penemuan serta pengembangan teknologi, namun ternyata setelah berhasil diketahui memiliki sumber peramata murni malah di eksploitasi. Hutan yang tadinya heterogen, sengaja dibakar demi kertas-kertas penuh dosa yang mengorbankan oksigen yang menopang kehidupan manusia, dah memberi balasan kepulan asap tebal yang menggerayangi ribuan kilometer ke segala penjuru. Hingga di kota pohon diubah menjadi beton, mereka berjanji akan merelokasi namun apa? Tak seimbang dengan pohon yang dihancurkan. Dengan gagah para petinggi berkata 


“Ini sungguh kecelakaan yang terduga, sangat disayangkan ribuan hektar hutan hijau terbakar begitu saja. Saya sedang mengutus pihak terkait untuk menangkap para pelaku,”kemudian beberapa langkah masuk ke ruangan mereka tertawa, berpesta bertemu cukong-cukong, mafia-mafia yang kesemuanya berjas mahal dan berdasi korup. Dan makan malam dengan jamuan yang mewah, hasil dari membakar ladang para petani, dan dihidangkan minum dari hasil airmata yang membentuk permata.

Hebat, tanah para raja-raja arif dan bijaksana kini tinggal petakan tanah para tuan tanah, yang menjadi raja diantara manusia-manusia sebangsanya. Mereka tega memberi upah kepada saudaranya sendiri sementara membayar upeti tinggi kepada tetangga yang seperti benalu merugikan. Mereka berpenampilan menarik, celananya buatan Italy, kemejanya Perancis dan jas serta sepatunya buatan negara adidaya yang berkualitas tinggi. Senyumnya tampak meyakinkan bibirnya tipis, kata-kata yang keluar sungguh manis. Rambutnya wangi bunga yang baru mekar sehari. Sekali ia jalan semua mata terpesona dan terperanjat mengkuti langkah pasti kedua kakinya. Namun dibalik kesempurnaan fisik juga kata-kata yang dimilikinya, sesungguhnya manusia-manusia inilah yang paling bobrok nuraninya, picik akalnya dan sadis perangainya. Kadang mereka tertawa padahal mereka tidak suka, kadang mereka tersenyum padahal didalam hatinya sedang menyimpan jarum, dan seringkali mereka meminta untuk percaya padahal kita sedang diperdayai. Jahat, keji, busuk mereka-mereka yang mengacau di bumi ini, bumi belantara.

Bumi ini, bumiku penuh duka lara. Ketika korupsi menjadi kebutuhan setiap hari, menjadi tontonan sehingga menjadi sesuatu hal yang membosan untuk dibahas yang akhirnya menjadi sesuatu yang biasa dan ditiru oleh mereka yang tidak mengerti. Suap-menyuap, para politisi dan petinggi negeri senantiasa menghiasi pembuka hari, hingga kemudian bertemu pagi lagi. Dua kali dalam sejarah negeri terjadi reformasi namun tetap saja korupsi tetap menjadi prioritas tertinggi karena marak terjadi. Orang-orang pintar yang berpendidikan hingga ke luar negeri, hanya mengeluarkan teori-teori tanpa sedikiti pun ada aksi. Orang baik didorong untuk bersembunyi, yang jahat malah melongo di hadapan televisi sembari berseri-seri seraya berkata 

“Saya tidak menerima uang ini, ini hanya upah kerja saya sendiri,” mereka mengelak untuk bersalah, menolak untuk dihina namun ketika ditanya 

“Mari ikutin hukum dan prosedur yang ada,” hukum yang ada dijadikan payung untuk bernaung dari semua bangkai-bangkainya. Semua tidak ada habisnya, alurnya begitu panjang sehingga aku muak untuk meneruskannya.

Terkadang aku selalu ingin bertanya kepada mereka yang masih bisa tertawa diatas luka yang ada “Prosedur hukum mana yang hendak kau ikuti, pak? Mengapa upah mu itu membawa rakyat merugi?”

Bumiku, bumi belantara. Atau menurut sejarah bumi asri nusantara. Segera berbenah diri, menata kembali tatanan yang arif seperti sediakala. Seperti dalam buku sejarah-sejarah yang ada, jadikan kembali armada perang kita seperti saat Majapahit berkuasa, disegani, juga memiliki wibawa tinggi dihadapan bangsa-bangsa lain. Jadikan kembali armada maritim seperti pada kerajaan Sriwijaya, kuat, tangguh dan ditakuti oleh pihak lain yang hendak mengambil, dan berani mencuri ikan-ikan segar nan melimpah dari ksamudara yang melintang melewati negeri kita. Bumi kita, bumi nusantara.

Bumiku bumi nusantara, itulah sedikit keluh kesah ku yang lama berkelana dan mengembara di pelukanmu.

Semoga pengadilan Allah SWT memberikan hal yang setimpal atas semua perlakuan mereka selama ini.

Untuk –kalian- yang berperilaku ksatria yang rela melihat aku, kita, kami dan seluruh rakyat menderita.

Tertanda, aku yang daridulu dibuat bodoh oleh teorimu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar