Bumi ini, bumi yang
belantara. Suatu tempat dalam dimensi yang mendapat stigma tanah surga. Namun
sepanjang ku lihat, pohon-pohon dibantai habis oleh kapak-kapak besi. Rimbunnya
pohon digilas, diratakan katanya –demi kemajuan- padahal hanya untuk beberapa
orang yang asik bermain kartu di singgasana. Tanah-tanah yang digali para ahli
berlomba-lomba ditelieliti dengan dalih untuk penemuan serta pengembangan
teknologi, namun ternyata setelah berhasil diketahui memiliki sumber peramata
murni malah di eksploitasi. Hutan yang tadinya heterogen, sengaja dibakar demi
kertas-kertas penuh dosa yang mengorbankan oksigen yang menopang kehidupan
manusia, dah memberi balasan kepulan asap tebal yang menggerayangi ribuan
kilometer ke segala penjuru. Hingga di kota pohon diubah menjadi beton, mereka
berjanji akan merelokasi namun apa? Tak seimbang dengan pohon yang dihancurkan.
Dengan gagah para petinggi berkata
“Ini sungguh kecelakaan yang
terduga, sangat disayangkan ribuan hektar hutan hijau terbakar begitu saja.
Saya sedang mengutus pihak terkait untuk menangkap para pelaku,”kemudian beberapa
langkah masuk ke ruangan mereka tertawa, berpesta bertemu cukong-cukong,
mafia-mafia yang kesemuanya berjas mahal dan berdasi korup. Dan makan malam
dengan jamuan yang mewah, hasil dari membakar ladang para petani, dan
dihidangkan minum dari hasil airmata yang membentuk permata.
Hebat, tanah para raja-raja
arif dan bijaksana kini tinggal petakan tanah para tuan tanah, yang menjadi
raja diantara manusia-manusia sebangsanya. Mereka tega memberi upah kepada
saudaranya sendiri sementara membayar upeti tinggi kepada tetangga yang seperti
benalu merugikan. Mereka berpenampilan menarik, celananya buatan Italy,
kemejanya Perancis dan jas serta sepatunya buatan negara adidaya yang
berkualitas tinggi. Senyumnya tampak meyakinkan bibirnya tipis, kata-kata yang
keluar sungguh manis. Rambutnya wangi bunga yang baru mekar sehari. Sekali ia
jalan semua mata terpesona dan terperanjat mengkuti langkah pasti kedua
kakinya. Namun dibalik kesempurnaan fisik juga kata-kata yang dimilikinya,
sesungguhnya manusia-manusia inilah yang paling bobrok nuraninya, picik akalnya
dan sadis perangainya. Kadang mereka tertawa padahal mereka tidak suka, kadang
mereka tersenyum padahal didalam hatinya sedang menyimpan jarum, dan seringkali
mereka meminta untuk percaya padahal kita sedang diperdayai. Jahat, keji, busuk
mereka-mereka yang mengacau di bumi ini, bumi belantara.
Bumi ini, bumiku penuh duka
lara. Ketika korupsi menjadi kebutuhan setiap hari, menjadi tontonan sehingga
menjadi sesuatu hal yang membosan untuk dibahas yang akhirnya menjadi sesuatu
yang biasa dan ditiru oleh mereka yang tidak mengerti. Suap-menyuap, para
politisi dan petinggi negeri senantiasa menghiasi pembuka hari, hingga kemudian
bertemu pagi lagi. Dua kali dalam sejarah negeri terjadi reformasi namun tetap
saja korupsi tetap menjadi prioritas tertinggi karena marak terjadi.
Orang-orang pintar yang berpendidikan hingga ke luar negeri, hanya mengeluarkan
teori-teori tanpa sedikiti pun ada aksi. Orang baik didorong untuk bersembunyi,
yang jahat malah melongo di hadapan televisi sembari berseri-seri seraya
berkata
“Saya tidak menerima uang
ini, ini hanya upah kerja saya sendiri,” mereka mengelak untuk bersalah,
menolak untuk dihina namun ketika ditanya
“Mari ikutin hukum dan
prosedur yang ada,” hukum yang ada dijadikan payung untuk bernaung dari semua
bangkai-bangkainya. Semua tidak ada habisnya, alurnya begitu panjang sehingga
aku muak untuk meneruskannya.
Terkadang aku selalu ingin
bertanya kepada mereka yang masih bisa tertawa diatas luka yang ada “Prosedur
hukum mana yang hendak kau ikuti, pak? Mengapa upah mu itu membawa rakyat
merugi?”
Bumiku, bumi belantara. Atau
menurut sejarah bumi asri nusantara. Segera berbenah diri, menata kembali
tatanan yang arif seperti sediakala. Seperti dalam buku sejarah-sejarah yang
ada, jadikan kembali armada perang kita seperti saat Majapahit berkuasa, disegani,
juga memiliki wibawa tinggi dihadapan bangsa-bangsa lain. Jadikan kembali
armada maritim seperti pada kerajaan Sriwijaya, kuat, tangguh dan ditakuti oleh
pihak lain yang hendak mengambil, dan berani mencuri ikan-ikan segar nan
melimpah dari ksamudara yang melintang melewati negeri kita. Bumi kita, bumi
nusantara.
Bumiku bumi nusantara,
itulah sedikit keluh kesah ku yang lama berkelana dan mengembara di pelukanmu.
Semoga pengadilan Allah SWT
memberikan hal yang setimpal atas semua perlakuan mereka selama ini.
Untuk
–kalian- yang berperilaku ksatria yang rela melihat aku, kita, kami dan seluruh
rakyat menderita.
Tertanda,
aku yang daridulu dibuat bodoh oleh teorimu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar