Beberapa tahun ini aku sibuk mencari,
mengorek-ngorek seluruh isi sekolah, kota bahkan ke ruang lingkup kehidupan
yang lebih besar. Dan tak ada satupun yang kudapat untuk ku, belahan jiwa hampa
yang ingin sekali berdua. Waktu terus berputar searah jarum jam dari kiri ke
kanan ataupun bagi mereka yang mengerti berputar ke arah sebaliknya. Tahapan
demi tahapan terlewati dari mulai
mencoba mengikhlaskan, ditusuk kesedihan, menggigil karena kesepian, di
mabukkan kenangan hingga kini mencari tambatan yang mengakar kepada beberapa
pilihan.
Aku sudah hafal benar melebihi teori gravitasi,
relativitas, ataupun pythagoras mengenai berjalan mengikuti takdir, dituntun
untuk berlari untuk mengejar-ngejar angan dalam hati. Hingga semesta membawaku
pada suatu masa dimana aku di tampar kenyataan, di uji agar tak terhempas dalam
ketidakpastian. Aku dihadapkan pada tiga wanita yang sama-sama memberi kesan
pada lembar suci kertas hati dalam kehidupan, dan tentunya aku cinta.
Apa maksud semesta memberikan semua ini secara bersamaan?
Apakah ini sebuah ujian? Atau pengaminan atas segala doa yang ku himpun menadi
paragraf? Atau diriku yang terlalu jumawa membusungkan dada menjadi lelaki yang
merasa paling sempurna?
Kegamangan tengah kurasakan, seperti perahu kayu
yang di terpa ombak. Disini aku harus mahir memainkan beberapa peran sebagai
kapten, nahkoda ataupun anak buah kapal. Semuanya harus kulakukan sendiri.
Di ibaratkan wanita yang dihadapkan padaku ini
adalah pulau-pulau dan aku adalah sebuah perahu, yang ingin menepi di pulau
untuk mengikatnya pelabuhan.
Pulau pertama adalah pulau yang penuh sejarah karena
disinilah pelabuhan pertama ketika kapal ini baru menjajaki samudra. Pulau ini
ramah, bersahabat, sejuk dan asri namun bukan tanpa cela. Pulau ini memasang
kriteria tinggi akan perahu-perahu yang akan berlabuh di pelabuhan hanya
perahu-perahu tertentu yang boleh menepi disini. Perahu usang dan lusuh tak
akan mampu ataupun dilirik oleh pulau ini, bahkan sudah terhempas sebelum
mendekati pantai.
Pulau kedua adalah pulau penuh pembelajaran karena
pulau ini telah membuka mata bahwa masih ada pulau indah yang belum terjama
manusia. Pulau ini penuh dengan senyum-senyum pasir putih, semilir angin, ombak
yang memanjakan dan tidak pernah menolak perahu seperti apapun. Di pulau ini, aku
menepi bahkan singgah lama menikmati setiap jengkal daerah ini. 2 tahun lebih
aku tidak beranjak pergi dari pulau ini, terlena akan pagutan manisnya dan
terbuai molek lekuk pantainya. Namun bukan pulau ini tidaklah sesempurna
fisiknya, aku lupa akan kepastian mengenai izin tetap untuk tinggal disini. Pulau
ini membolehkan siapapun untuk menepi disini selama mungkin, namun hanya
sebagai pendatang dan tak bisa menjadi penghuni di tempat seindah ini. Yang
lebih menyakitkan, perahu-perahu baru yang menepi seketika itu juga langsung di
bolehkan menjadi penghuni, sementara aku yang lama perahuku yang 2 tahun menepi
disini hanya terdampar sebagai perahu asing yang di diamkan dikikis erosi.
Pulau ketiga adalah pulau yang baru kutemui, tempat
dimana perahuku menjadi asing di pusaran samudra yang telah kujelajahi. Pulau
ini tak sesejuk pulau pertama dan tak semolek pulau kedua bahkan udaranya cukup
panas untuk sebuah pantai. Ombaknya biasa, riuhnya pun tak seperti gulungan
yang meangkap pasir. Mungkin di tempat lain pun masih ada pulau seperti ini,
bisa di kategorikan pulau ini sedehana. Namun aku menemukan satu hal yang tak
pernah kurasakan di pulau ini, bukan semilir anginnya ataupun putih pasir
pantainya. Kutemukan sebuah kenyamanan yang secara bersamaan dengan sebuah
keyakinan. Sepertinya aku adalah anak muda yang tengah Love at the first sight. Entahlah aku tak pernah merasa seperti
ini, bagiku penemuan ini seperti menemukan rumah di tempat yang tak pernah ku
kenal. Sederhana, aku cinta pulau ini dan ingin menjadi penghuni tetap disini.
Mungkin begitulah analogi cinta yang kyrasakan
ketika berada di persimpangan pilihan, namun penjabaran di atasa belum cukup
untuk membuatku kukuh dan tegas dalam memilih. Atau aku terlalu takut akan
resiko dan pertanggung jawaban atas sikap yang kupilih nanti, dan kelak meminta
tebusan atas semua yang ku lakukan.
Tuhan, dahulu aku mengemis, memaksa dan meronta agar
cepat di pertemukan wanita lalu bahagia. Pada saat itu tak ada satupun wanita
kutemui meski telah di cari. Kini aku mengerti akan maksud yang ingin Kau
sampaikan, aku telah mengambil pelajaran.
Bahwa sebelum menemukan cinta, belajarlah untuk
tegas dalam pilihan, yakin akan prinsip, teguh dalam pendirian dan berani untuk
mempertanggung jawaban. Maka jika sudah memiliki sifat ini semua niscaya apapun
pilihan yang di ambil tak akan ada penyesalan, karena ujian-ujian sebelumnya
telah terlewati dengan baik.
Jadi siapa yang harus aku pilih untuk aku cintai?


Tidak ada komentar:
Posting Komentar