Translate

Kamis, 04 September 2014

Bingung



Beberapa tahun ini aku sibuk mencari, mengorek-ngorek seluruh isi sekolah, kota bahkan ke ruang lingkup kehidupan yang lebih besar. Dan tak ada satupun yang kudapat untuk ku, belahan jiwa hampa yang ingin sekali berdua. Waktu terus berputar searah jarum jam dari kiri ke kanan ataupun bagi mereka yang mengerti berputar ke arah sebaliknya. Tahapan demi tahapan  terlewati dari mulai mencoba mengikhlaskan, ditusuk kesedihan, menggigil karena kesepian, di mabukkan kenangan hingga kini mencari tambatan yang mengakar kepada beberapa pilihan.

Aku sudah hafal benar melebihi teori gravitasi, relativitas, ataupun pythagoras mengenai berjalan mengikuti takdir, dituntun untuk berlari untuk mengejar-ngejar angan dalam hati. Hingga semesta membawaku pada suatu masa dimana aku di tampar kenyataan, di uji agar tak terhempas dalam ketidakpastian. Aku dihadapkan pada tiga wanita yang sama-sama memberi kesan pada lembar suci kertas hati dalam kehidupan, dan tentunya aku cinta.

Apa maksud semesta memberikan semua ini secara bersamaan? Apakah ini sebuah ujian? Atau pengaminan atas segala doa yang ku himpun menadi paragraf? Atau diriku yang terlalu jumawa membusungkan dada menjadi lelaki yang merasa paling sempurna?

Kegamangan tengah kurasakan, seperti perahu kayu yang di terpa ombak. Disini aku harus mahir memainkan beberapa peran sebagai kapten, nahkoda ataupun anak buah kapal. Semuanya harus kulakukan sendiri. 

Di ibaratkan wanita yang dihadapkan padaku ini adalah pulau-pulau dan aku adalah sebuah perahu, yang ingin menepi di pulau untuk mengikatnya pelabuhan.

Pulau pertama adalah pulau yang penuh sejarah karena disinilah pelabuhan pertama ketika kapal ini baru menjajaki samudra. Pulau ini ramah, bersahabat, sejuk dan asri namun bukan tanpa cela. Pulau ini memasang kriteria tinggi akan perahu-perahu yang akan berlabuh di pelabuhan hanya perahu-perahu tertentu yang boleh menepi disini. Perahu usang dan lusuh tak akan mampu ataupun dilirik oleh pulau ini, bahkan sudah terhempas sebelum mendekati pantai.


Pulau kedua adalah pulau penuh pembelajaran karena pulau ini telah membuka mata bahwa masih ada pulau indah yang belum terjama manusia. Pulau ini penuh dengan senyum-senyum pasir putih, semilir angin, ombak yang memanjakan dan tidak pernah menolak perahu seperti apapun. Di pulau ini, aku menepi bahkan singgah lama menikmati setiap jengkal daerah ini. 2 tahun lebih aku tidak beranjak pergi dari pulau ini, terlena akan pagutan manisnya dan terbuai molek lekuk pantainya. Namun bukan pulau ini tidaklah sesempurna fisiknya, aku lupa akan kepastian mengenai izin tetap untuk tinggal disini. Pulau ini membolehkan siapapun untuk menepi disini selama mungkin, namun hanya sebagai pendatang dan tak bisa menjadi penghuni di tempat seindah ini. Yang lebih menyakitkan, perahu-perahu baru yang menepi seketika itu juga langsung di bolehkan menjadi penghuni, sementara aku yang lama perahuku yang 2 tahun menepi disini hanya terdampar sebagai perahu asing yang di diamkan dikikis erosi.

Pulau ketiga adalah pulau yang baru kutemui, tempat dimana perahuku menjadi asing di pusaran samudra yang telah kujelajahi. Pulau ini tak sesejuk pulau pertama dan tak semolek pulau kedua bahkan udaranya cukup panas untuk sebuah pantai. Ombaknya biasa, riuhnya pun tak seperti gulungan yang meangkap pasir. Mungkin di tempat lain pun masih ada pulau seperti ini, bisa di kategorikan pulau ini sedehana. Namun aku menemukan satu hal yang tak pernah kurasakan di pulau ini, bukan semilir anginnya ataupun putih pasir pantainya. Kutemukan sebuah kenyamanan yang secara bersamaan dengan sebuah keyakinan. Sepertinya aku adalah anak muda yang tengah Love at the first sight. Entahlah aku tak pernah merasa seperti ini, bagiku penemuan ini seperti menemukan rumah di tempat yang tak pernah ku kenal. Sederhana, aku cinta pulau ini dan ingin menjadi penghuni tetap disini.

Mungkin begitulah analogi cinta yang kyrasakan ketika berada di persimpangan pilihan, namun penjabaran di atasa belum cukup untuk membuatku kukuh dan tegas dalam memilih. Atau aku terlalu takut akan resiko dan pertanggung jawaban atas sikap yang kupilih nanti, dan kelak meminta tebusan atas semua yang ku lakukan.
Tuhan, dahulu aku mengemis, memaksa dan meronta agar cepat di pertemukan wanita lalu bahagia. Pada saat itu tak ada satupun wanita kutemui meski telah di cari. Kini aku mengerti akan maksud yang ingin Kau sampaikan, aku telah mengambil pelajaran.

Bahwa sebelum menemukan cinta, belajarlah untuk tegas dalam pilihan, yakin akan prinsip, teguh dalam pendirian dan berani untuk mempertanggung jawaban. Maka jika sudah memiliki sifat ini semua niscaya apapun pilihan yang di ambil tak akan ada penyesalan, karena ujian-ujian sebelumnya telah terlewati dengan baik.

 Jadi siapa yang harus aku pilih untuk aku cintai?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar