Translate

Sabtu, 20 September 2014

Mencintai Peri


Bertahuh-tahun aku mencari dan kemudian mendapati sebuah hal yang membuat pencarianku berhenti untuk terus berlari-lari dalam roda yang berputar disitu-situ saja. Kutemukan kau peri hati yang menyihir penglihatan, menghapus hati yang penuh simbah duka.


Kau memang tak datang dari kahyangan atau dalam bunga mimpi sesaat aku tertidur. Juga bukan dari sela-sela jendela yang tiba-tiba terbuka kemudian cahayamu masuk menyilaukan mataku yang sedang terbangun ditengah malam, ataupun turun dari langit menuju kamarku yang berantakan kemudian menanyakan “Apa permintaanku.” Bukan. Bukan seperti itu.

Kau datang dari tempat sewajarnya manusia, berjalan ditengah terik matahari. Basah jika diterpa hujan dan dingin ketika ditiup angin. Sederhananya kau adalah peri yang kasat mata yang dapat semua manusia lihat. Dan manusia itu adalah aku, yang sangat ingin menjadi (peri pasanganmu) sesuatu yang berarti bagimu.

Aku tertegun menahan nafas yang semakin tidak teratur ketika berada di jangkauan cahayamu, aku tidak tahan dengan keindahan ini. Karena sebelumnya di hatiku hanya ada warna hitam yang menguasai, berkuasa layaknya diktaktor masa Orde Baru ataupun Hitler di Jerman. Dan ketika warna hita itu telah pudar dan kalah oleh warna-warnimu yang kau bawa, seketika aku menyambut bahagia namun kurasa aku tidak terlalu siap. Perlu adaptasi lagi agar semuanya serasi didalam hati.

Kau meyakinkan aku untuk segera pulih karena katamu, semua orang yang jatuh kedalam sumur dalampun masih punya kesempatan untuk berjuang hidup kembali. Katamu juga, ini memang takdir dan aku harus menjalaninya dengan ikhlas sepenuh hati. Semua saranmu aku-iya-kan karena itu memang baik untukku ( walaupun semua saranmu sudah ada dalam buku tentang makna kehidupan )

Walaupun baru beberapa saat kau datang mengenalku banyak luka yang terhapus seketika kau datanng menghampiriku. Sebuah memar dalam hatipun terdampar jauh mengendap lalu hilang ditelan senyum-senyum kecil setiap kau berbicara. Aku larut kedalam setiap keberadaanmu, hati ini cepat terenggut olehmu. Mungkin kau adalah peri gigi yang diimpikan datang pada malam hari oleh setiap anak remaja, pada saat gigi susu terakhirnya patah. Namun dalam kehidupanku kau adalah sebuah arsitek yang kembali menyusun puing, mengganti miniatur yang pernah hancur untuk kembali menjadi sebuah hati yang utuh.

Aku sangat yakin padamu, sosok, keindahanmu, namamu di tancapkan dalam lumbung hatiku dan karena itu maka ingin sekali kusematkan namaku didalam hatimu ( juga ).

Ketika aku coba menyampaikan, kau bilang kehadiranmu hanya untuk sebagai teman. Untuk berbagi cerita sedih untuk kemudian jika bisa pulih. Aku telah salah menangkap maksud kedatanganmu, kukira untuk kumiliki namun ternyata? Hanya untuk mengobati. Namun hatiku terlanjur kau bawa pergi, biarkanlah itu terjadi meski tanpa tepukan balik dari hatimu sendiri.

Aku lupa aku adalah seorang manusia yang lahir dengan segala kekuarangan, dan kau? Adalah peri dalam wujud seorang wanita. Aku tak mungkin pantas disandingkan bersamamu ada disebelah mu, karena cahaya dan binar mu tak aka benar-benar sanggup aku lihat. Karena siapapun yang akan menggandeng lenganmu pastinya seseorang berparas malaikat tanpa sayap, perangai yang baik dan wajah yang tampan. Tidak sepertiku yang berkutat didunia nestapa dengan lembaran abu-abu penuh dusta.

Walaupun begitu, aku tulus mencintaimu. Setulus matahari yang tidak pamrih menyinari bumi dari pagi hingga senja. Entahlah, aku bisa mencapai tahap hingga seperti sekarang ini, jatuh cinta namun tidak pernah memiliki, menunggu namun tak akan pernah bertemu dan mengejar namun tak akan pernah meraih.

Hingga aku menyimpulkan tentang semua ini, kau telah menghapuskan semua duka lama. Mengaburkan semua keraguan mengenai masa lalu hingga aku yakin meletakan hidupku untuk memilihmu. Namun kau memberiku sebuah pelajaran baru tentang menunggu. Sebuah hal yang menurut manusia paling menyebalkan, namun bagiku menunggu kau ( seorang peri ) begitu memberikan ribuan pertanyaan yang tak pernah ada jawabannya. 

Hanya dengan munculnya sosokmu didekatkulah yang mampu menjawab pertanyaan itu.

Tanpa kusadari aku telah jatuh cinta pada seorang peri, yang sampai kapanpun tak bisa kumiliki. Aku akan menunggumu hingga perputaran pagi kembali sunyi, dan pergantian senja menuju malam saling bertabrakan karena merindukan sang bulan, itu kau. Walaupun penantian ini tak berujung manis aku akan tetap tersenyum manis, semanis senyuman yang selalu kau hadirkan dalam setiap gelak tawamu.

Aku mencintaimu peri, andai kau benar-benar mau menerima seonggok manusia sepi ini.

Namun aku pernah membaca sebuah kutipan dari Falen Pratama. mengenai cinta, ketulusan dan kepasrahan

"Kadang cinta hadir hanya untuk menguji seberapa tulus dan tangguh kau mengasihi seseorang tanpa harus memilikinya."


Tidak ada komentar:

Posting Komentar