Bertahuh-tahun aku mencari dan kemudian mendapati
sebuah hal yang membuat pencarianku berhenti untuk terus berlari-lari dalam
roda yang berputar disitu-situ saja. Kutemukan kau peri hati yang menyihir
penglihatan, menghapus hati yang penuh simbah duka.
Kau memang tak datang dari kahyangan atau dalam
bunga mimpi sesaat aku tertidur. Juga bukan dari sela-sela jendela yang tiba-tiba
terbuka kemudian cahayamu masuk menyilaukan mataku yang sedang terbangun
ditengah malam, ataupun turun dari langit menuju kamarku yang berantakan
kemudian menanyakan “Apa permintaanku.” Bukan. Bukan seperti itu.
Kau datang dari tempat sewajarnya manusia, berjalan
ditengah terik matahari. Basah jika diterpa hujan dan dingin ketika ditiup
angin. Sederhananya kau adalah peri yang kasat mata yang dapat semua manusia
lihat. Dan manusia itu adalah aku, yang sangat ingin menjadi (peri pasanganmu)
sesuatu yang berarti bagimu.
Aku tertegun menahan nafas yang semakin tidak
teratur ketika berada di jangkauan cahayamu, aku tidak tahan dengan keindahan
ini. Karena sebelumnya di hatiku hanya ada warna hitam yang menguasai, berkuasa
layaknya diktaktor masa Orde Baru ataupun Hitler di Jerman. Dan ketika warna
hita itu telah pudar dan kalah oleh warna-warnimu yang kau bawa, seketika aku
menyambut bahagia namun kurasa aku tidak terlalu siap. Perlu adaptasi lagi agar
semuanya serasi didalam hati.
Kau meyakinkan aku untuk segera pulih karena katamu,
semua orang yang jatuh kedalam sumur dalampun masih punya kesempatan untuk
berjuang hidup kembali. Katamu juga, ini memang takdir dan aku harus
menjalaninya dengan ikhlas sepenuh hati. Semua saranmu aku-iya-kan karena itu
memang baik untukku ( walaupun semua saranmu sudah ada dalam buku tentang makna
kehidupan )
Walaupun baru beberapa saat kau datang mengenalku
banyak luka yang terhapus seketika kau datanng menghampiriku. Sebuah memar
dalam hatipun terdampar jauh mengendap lalu hilang ditelan senyum-senyum kecil
setiap kau berbicara. Aku larut kedalam setiap keberadaanmu, hati ini cepat
terenggut olehmu. Mungkin kau adalah peri gigi yang diimpikan datang pada malam
hari oleh setiap anak remaja, pada saat gigi susu terakhirnya patah. Namun
dalam kehidupanku kau adalah sebuah arsitek yang kembali menyusun puing,
mengganti miniatur yang pernah hancur untuk kembali menjadi sebuah hati yang
utuh.
Aku sangat yakin padamu, sosok, keindahanmu, namamu
di tancapkan dalam lumbung hatiku dan karena itu maka ingin sekali kusematkan
namaku didalam hatimu ( juga ).
Ketika aku coba menyampaikan, kau bilang kehadiranmu
hanya untuk sebagai teman. Untuk berbagi cerita sedih untuk kemudian jika
bisa pulih. Aku telah salah menangkap maksud kedatanganmu, kukira untuk
kumiliki namun ternyata? Hanya untuk mengobati. Namun hatiku terlanjur kau bawa
pergi, biarkanlah itu terjadi meski tanpa tepukan balik dari hatimu sendiri.
Aku lupa aku adalah seorang manusia yang lahir
dengan segala kekuarangan, dan kau? Adalah peri dalam wujud seorang wanita. Aku
tak mungkin pantas disandingkan bersamamu ada disebelah mu, karena cahaya dan
binar mu tak aka benar-benar sanggup aku lihat. Karena siapapun yang akan
menggandeng lenganmu pastinya seseorang berparas malaikat tanpa sayap, perangai
yang baik dan wajah yang tampan. Tidak sepertiku yang berkutat didunia nestapa
dengan lembaran abu-abu penuh dusta.
Walaupun begitu, aku tulus mencintaimu. Setulus
matahari yang tidak pamrih menyinari bumi dari pagi hingga senja. Entahlah, aku
bisa mencapai tahap hingga seperti sekarang ini, jatuh cinta namun tidak pernah
memiliki, menunggu namun tak akan pernah bertemu dan mengejar namun tak akan
pernah meraih.
Hingga aku menyimpulkan tentang semua ini, kau telah
menghapuskan semua duka lama. Mengaburkan semua keraguan mengenai masa lalu
hingga aku yakin meletakan hidupku untuk memilihmu. Namun kau memberiku sebuah
pelajaran baru tentang menunggu. Sebuah hal yang menurut manusia paling
menyebalkan, namun bagiku menunggu kau ( seorang peri ) begitu memberikan
ribuan pertanyaan yang tak pernah ada jawabannya.
Hanya dengan munculnya sosokmu didekatkulah yang
mampu menjawab pertanyaan itu.
Tanpa kusadari aku telah jatuh cinta pada seorang
peri, yang sampai kapanpun tak bisa kumiliki. Aku akan menunggumu hingga
perputaran pagi kembali sunyi, dan pergantian senja menuju malam saling bertabrakan
karena merindukan sang bulan, itu kau. Walaupun penantian ini tak berujung
manis aku akan tetap tersenyum manis, semanis senyuman yang selalu kau hadirkan
dalam setiap gelak tawamu.
Aku mencintaimu peri, andai kau benar-benar mau
menerima seonggok manusia sepi ini.
Namun aku pernah membaca sebuah kutipan dari Falen Pratama. mengenai cinta, ketulusan dan kepasrahan
"Kadang cinta
hadir hanya untuk menguji seberapa tulus dan tangguh kau mengasihi seseorang
tanpa harus memilikinya."


Tidak ada komentar:
Posting Komentar