Mungkin hari dimana hujan turun dengan deras,
kemudian kita berjalan di bawah satu payung semua itu sudah kamu lupa. Namun
aku ingin mengenang kembali seraya hujan yang turun ke bumi senja tadi, aku
mengenangnya di balik sebuah jendela dengan tatapan haru menuju sebuah genangan
air, juga genangan kenangan yang ada didalam hati.
Ketika itu hari sabtu, aku sangat ingat sekali hujan
datang tak henti-henti sejak pagi. Matahari pun seperti enggan menampakan diri,
ia hanya keluar untuk sesekali dan sepanjang hari itu kurasa matahari
berselimut dibalik awan.
Dari sekolah aku berlari-lari mencoba menghindari
hujan yang masih berbentuk gerimis, belum deras, belum sempurna. Hujan semakin
deras, dan dari kejauhan sosok wanita yang kukenal tengah berjalan sendiri,
memegang payung biru penuh motif bunga. Dan benar saja kamu menawarkan untuk kita
agar berjalan dengan satu payung bersama. Seketika aku ingin menolak, jujur aku
tegang namun senang. Ternyata hari itu aku mendapati sebuah rezeki yang
diturunkan Tuhan melalui hujan. Ya, pertama entah sebuah kebetulan atau
kesengajaan takdir agar kita bisa berjalan berdua, kedua semesta seolah
mengetahui bahwa wanita inilah yang sangat ingin kumiliki.
Karena kamu agak sedikit lebih pendek dariku, katamu
akulah yang harus memegangnya. Dalam perjalanan kamu terus saja berbicara
kemudian tersenyum, pada saat kamu tersenyum kukira hujan telah reda karena
muncul selengkung pelangi di sela-sela gelak tawamu. Ada satu hal yang asing
ketika aku menatap matamu dalam-dalam, sesuatu yang tak pernah kulihat dari
wanita lain.
Kamu tau apa yang aku lihat? Aku melihat rumah di
matamu.
Terkesan mengada-ngada namun tanyalah kepada setiap orang yang
benar-benar telah yakin akan cintanya, maka ia akan percaya. Aku melihat sebuah
rumah yang kulihat sangat nyaman untuk di tempati, mungkin bisa kubangun untuk
menjadi istana di masa depan.
Aku ingin sekali singgah bahkan masuk untuk memiliki
rumah yang kulihat dimatamu itu, namun ketika kudekati rumah itu telah
berpenghuni. Kulihat seorang pria yang entah-siapa sedang duduk didalamnya,
awalnya aku memutuskan untuk pergi namun kufikir tak ada salahnya untuk ku
singgahi.
Kucoba untuk bertamu secara sopan, siapa tau aku
bisa masuk kedalamnya. Hal pertama yang kucari adalah pintu masuknya, dan
kutemukan pintunya ada didalam hatimu. Aku ketuk pintu itu namun tidak ada yang
keluar, aku coba memanggil tetapi tak ada yang menjawab bahkan ketika aku
berteriak sepertinya tidak terdengar.
Tiba-tiba aku tersadar bahwa pasti ada sebuah kunci
yang dapat membuka pintu hati ini. Kunci itu tertulis dalam gantungannya
bernama, cinta. Kucoba membuka dengan kunci itu tetapi mengapa masih belum
bisa? Ternyata aku lalai satu hal, pintu itu hanya bisa dibuka oleh dua arah,
seperti cinta yang hanya akan bahagia jika dinikmati berdua.
Akhirnya aku hanya bisa menunnggu didepan pintumu,
untuk kamu buka-kan, hingga beberapa tahun. Hingga kurasa pintu itu hanya
tertutup bagiku, seringkali kulihat orang lain masuk. Mungkin aku adalah sebuah
tamu yang tak pernah diinginkan, namun ingat sampai kapanpun waktunya aku akan
duduk didepan pintu yang selalu tertutup untukku.
Hingga akhirnya kini aku sangat tau, dan sangat
mengerti rumah ini terlalu sempurna untukku, sama seperti lika-liku untuk masuk
kedalam rumahmu. Aku telah menemukan rumah di matamu harusnya itu sebuah
pertanda bahwa, didalam dirimu terdapat pondasi untuk kita berumah tangga
kelak.
Namun rumah yang kulihat dimatamu sudah beberapa
bulan berlalu, walaupun aku masih berada di depan pintuk masuk hatimu. Sekarang
masih kulihat penghuni rumahmu betah untuk tinggal dalam dirimu, mungkin
selamanya. Dan aku pun hanya akan jadi orang asing yang berdiri didepanmu.
Dengan begitu dari dulu hingga kini, aku masih
berada didekatmu. Hanya saja kamu tak pernah mau membuka pintu yang didepannya
ada aku yang sedang duduk menunggu. Sebagai manusia yang terlalu lama duduk
jujur rasanya pegal sekali, namun apa yang bisa kuperbuat? Aku coba tangguhkan
diriku untuk terus hidup dalam angan agar suatu saat kamu membuka pintu itu.
Dan kalaupun kamu tidak pernah membuka pintu itu,
maka aku akan membangun sendiri gubuk kecilku di seberang rumahmu agar setiap
hari aku bisa melihatmu bahagia dengan pilihanmu sendiri. Semoga aku bisa
sekuat itu, untuk bisa melihatmu bahagia dengan lelaki selain aku. Terasa
sangat egois bagiku, namun ini hanya cara untuk menjegal cerita yang berakhir dengan
tragis.
Andai sesekali kamu mau keluar dari rumahmu itu,
maka kamu akan menemukan seorang lelaki sedang duduk di depan pintu hatimu. Dia
bukan pengemis, bukan juga gelandangan, dia hanya lelaki yang compang-camping
bertahan demi wanita kesayangan. Kuharap kamu tidak menyuruhnya pergi
melainkan, mempersilahkan ia untuk tinggal kemudian menjadi “tuan” dirumah yang
dia harapkan sejak lama.
Namun aku harus di tampar kenyataan,
dia-yang-menjadi-pilihan telah bersamamu, dan sekali lagi sayangnya bukan aku,
dan tak pernah aku. Jika memang hanya dia yang Tuhan berikan untukmu. Dari sini
aku mendoakan, semoga kamu juga menemukan rumah di “matanya” seperti yang aku
temukan di matamu.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar