Translate

Jumat, 15 Agustus 2014

Rumah di Matamu




Mungkin hari dimana hujan turun dengan deras, kemudian kita berjalan di bawah satu payung semua itu sudah kamu lupa. Namun aku ingin mengenang kembali seraya hujan yang turun ke bumi senja tadi, aku mengenangnya di balik sebuah jendela dengan tatapan haru menuju sebuah genangan air, juga genangan kenangan yang ada didalam hati.


Ketika itu hari sabtu, aku sangat ingat sekali hujan datang tak henti-henti sejak pagi. Matahari pun seperti enggan menampakan diri, ia hanya keluar untuk sesekali dan sepanjang hari itu kurasa matahari berselimut dibalik awan. 

Dari sekolah aku berlari-lari mencoba menghindari hujan yang masih berbentuk gerimis, belum deras, belum sempurna. Hujan semakin deras, dan dari kejauhan sosok wanita yang kukenal tengah berjalan sendiri, memegang payung biru penuh motif bunga. Dan benar saja kamu menawarkan untuk kita agar berjalan dengan satu payung bersama. Seketika aku ingin menolak, jujur aku tegang namun senang. Ternyata hari itu aku mendapati sebuah rezeki yang diturunkan Tuhan melalui hujan. Ya, pertama entah sebuah kebetulan atau kesengajaan takdir agar kita bisa berjalan berdua, kedua semesta seolah mengetahui bahwa wanita inilah yang sangat ingin kumiliki.

Karena kamu agak sedikit lebih pendek dariku, katamu akulah yang harus memegangnya. Dalam perjalanan kamu terus saja berbicara kemudian tersenyum, pada saat kamu tersenyum kukira hujan telah reda karena muncul selengkung pelangi di sela-sela gelak tawamu. Ada satu hal yang asing ketika aku menatap matamu dalam-dalam, sesuatu yang tak pernah kulihat dari wanita lain.

Kamu tau apa yang aku lihat? Aku melihat rumah di matamu.
Terkesan mengada-ngada namun tanyalah kepada setiap orang yang benar-benar telah yakin akan cintanya, maka ia akan percaya. Aku melihat sebuah rumah yang kulihat sangat nyaman untuk di tempati, mungkin bisa kubangun untuk menjadi istana di masa depan.

Aku ingin sekali singgah bahkan masuk untuk memiliki rumah yang kulihat dimatamu itu, namun ketika kudekati rumah itu telah berpenghuni. Kulihat seorang pria yang entah-siapa sedang duduk didalamnya, awalnya aku memutuskan untuk pergi namun kufikir tak ada salahnya untuk ku singgahi.

Kucoba untuk bertamu secara sopan, siapa tau aku bisa masuk kedalamnya. Hal pertama yang kucari adalah pintu masuknya, dan kutemukan pintunya ada didalam hatimu. Aku ketuk pintu itu namun tidak ada yang keluar, aku coba memanggil tetapi tak ada yang menjawab bahkan ketika aku berteriak sepertinya tidak terdengar.

Tiba-tiba aku tersadar bahwa pasti ada sebuah kunci yang dapat membuka pintu hati ini. Kunci itu tertulis dalam gantungannya bernama, cinta. Kucoba membuka dengan kunci itu tetapi mengapa masih belum bisa? Ternyata aku lalai satu hal, pintu itu hanya bisa dibuka oleh dua arah, seperti cinta yang hanya akan bahagia jika dinikmati berdua.

Akhirnya aku hanya bisa menunnggu didepan pintumu, untuk kamu buka-kan, hingga beberapa tahun. Hingga kurasa pintu itu hanya tertutup bagiku, seringkali kulihat orang lain masuk. Mungkin aku adalah sebuah tamu yang tak pernah diinginkan, namun ingat sampai kapanpun waktunya aku akan duduk didepan pintu yang selalu tertutup untukku.

Hingga akhirnya kini aku sangat tau, dan sangat mengerti rumah ini terlalu sempurna untukku, sama seperti lika-liku untuk masuk kedalam rumahmu. Aku telah menemukan rumah di matamu harusnya itu sebuah pertanda bahwa, didalam dirimu terdapat pondasi untuk kita berumah tangga kelak. 

Namun rumah yang kulihat dimatamu sudah beberapa bulan berlalu, walaupun aku masih berada di depan pintuk masuk hatimu. Sekarang masih kulihat penghuni rumahmu betah untuk tinggal dalam dirimu, mungkin selamanya. Dan aku pun hanya akan jadi orang asing yang berdiri didepanmu.

Dengan begitu dari dulu hingga kini, aku masih berada didekatmu. Hanya saja kamu tak pernah mau membuka pintu yang didepannya ada aku yang sedang duduk menunggu. Sebagai manusia yang terlalu lama duduk jujur rasanya pegal sekali, namun apa yang bisa kuperbuat? Aku coba tangguhkan diriku untuk terus hidup dalam angan agar suatu saat kamu membuka pintu itu.

Dan kalaupun kamu tidak pernah membuka pintu itu, maka aku akan membangun sendiri gubuk kecilku di seberang rumahmu agar setiap hari aku bisa melihatmu bahagia dengan pilihanmu sendiri. Semoga aku bisa sekuat itu, untuk bisa melihatmu bahagia dengan lelaki selain aku. Terasa sangat egois bagiku, namun ini hanya cara untuk menjegal cerita yang berakhir dengan tragis.

Andai sesekali kamu mau keluar dari rumahmu itu, maka kamu akan menemukan seorang lelaki sedang duduk di depan pintu hatimu. Dia bukan pengemis, bukan juga gelandangan, dia hanya lelaki yang compang-camping bertahan demi wanita kesayangan. Kuharap kamu tidak menyuruhnya pergi melainkan, mempersilahkan ia untuk tinggal kemudian menjadi “tuan” dirumah yang dia harapkan sejak lama.

Namun aku harus di tampar kenyataan, dia-yang-menjadi-pilihan telah bersamamu, dan sekali lagi sayangnya bukan aku, dan tak pernah aku. Jika memang hanya dia yang Tuhan berikan untukmu. Dari sini aku mendoakan, semoga kamu juga menemukan rumah di “matanya” seperti yang aku temukan di matamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar